Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
Masyarakat Toraja mendiami daerah pegunungan sebelah utara Provinsi Sulawesi Selatan. Toraja menjadi salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia karena budayanya yang unik.
Kebanyakan orang berpendapat bahwa keunikan budaya Toraja terletak pada upacara kematian. Pendapat ini kurang tepat karena upacara kematian dengan tingkat elaborasi yang tinggi ada di mana-mana, misalnya upacara pemakaman Pak Harto, atau upacara pemakaman di Bali dan Sumbawa.
Keunikan budaya Toraja sebenarnya terletak pada kepercayaan dan praktik-praktik budaya yang memperlakukan orang mati hidup atau tidak mati. Dan ini hanya ada dan terjadi di Toraja.
Orang Toraja memiliki satu system kepercayaan yang disebut Alukta. Alukta adalah agama asli orang Toraja yang diturun temurunkan dari nenek moyang. Dari keseluruhan penduduk Toraja, hanya sekitar 5% yang masih memeluk agama ini. Mereka hidup tersebar di beberapa tempat di Toraja tetapi pada dasarnya kebanyakan berdiam di sebelah barat Toraja yaitu di daerah Simbuang. Walaupun pemeluknya semakin menurun, budaya ini masih dipraktekkan pemeluk-pemeluk agama Katolik, Protestan, dan Islam.
Agama Alukta ini sering disebut Aluk Todolo untuk menggambarkan bahwa agama ini asi ciptaan leluhur orang Toraja. Disadari atau tidak, satu pandangan yang masih dianut dan dipraktekkan oleh hampir seluruh masyarakat Toraja ialah pandangan tentang kehidupan yang berputar (cycle). Manusia berasal dari langit, turun ke bumi – kehidupan di bumi – dan kembali lagi ke langit setelah melalui transformasi. Pandangan ini tampak dalam semua aspek budaya Toraja. Misalnya, dalam lagu-lagu duka (badong) narasi bergerak dalam tema ini : manusia lahir di langit, turun ke bumi dan kembali lagi ke langit.
Rumah Adat Suku Toraja
Tana Toraja memiliki banyak tujuan wisata yang sangat menarik bagi para pelancong. Bukan hanya karena letak daerahnya yang jauh dari keramaian sehingga terasa tenang dan menenangkan, Tana Toraja juga bisa menjadi ikon wisata Sulawesi Selatan karena wisata budaya dan peninggalan arsitektur nenek moyang mereka yang berupa rumah adat Tongkonan.
Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja, terdiri dari tumpukan kayu yang dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata “tongkon” berasal dari bahasa Toraja yang berarti tongkon “duduk”. Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja.
Ciri Khas Rumah Adat Tongkonan Perlu diketahui bahwa arsitektur rumah adat Tongkonan selalu mengikuti model desa dimana rumah tongkonan tersebut dibangun. Akan tetapi, arsitektur tersebut tidak akan pernah lepas dari filosofi dan pakem-pakem tertentu yang diturunkan secara turun temurun. Filosofi dan pakem-pakem tersebut antara lain:
1. Lapisan dan Bentuk Rumah tongkonan memiliki 3 lapisan berbentuk segi empat yang bermakna empat peristiwa hidup pada manusia yaitu, kelahiran, kehidupan, pemujaan dan kematian. Segi empat ini juga merupakan simbol dari empat penjuru mata angin. Setiap rumah tongkonan harus menghadap ke utara untuk melambangkan awal kehidupan, sedangkan pada bagian belakang yaitu selatan melambangkan akhir dari kehidupan.
2. Struktur Bangunan Rumah Adat Tongkonan Struktur bangunan mengikuti struktur makro-kosmos yang memiliki tiga lapisan banua(rumah) yakni bagian atas (rattiangbanua), bagian tengah (kale banua) dan bawah (sulluk banua). Bagian atas (rattiangbanua) digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka yang mempunyai nilai sakral dan benda-benda yang dianggap berharga. Pada bagian atap rumah terbuat dari susunan bambu-bambu pilihan yang telah dibentuk sedemikian rupa kemudian disusun dan diikat oleh rotan dan ijuk. Atap bambu ini dapat bertahan hingga ratusan tahun. Bagian tengah (kale banua) rumah tongkonan memiliki 3 bagian dengan fungsi yang berbeda. Pertama, Tengalok di bagian utara difungsikan sebagai ruang untuk anak-anak tidur dan ruang tamu. Namun terkadang, ruangan ini digunakan untuk menaruh sesaji. Kedua, Sali dibagian tengah. Ruangan ini biasa difungsikan sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang makan, dapur dan tempat disemayamkannya orang mati. Dan ruangan terakhir adalah ruang sambung yang banyak digunakan oleh kepala keluarga . Bagian bawah (sulluk banua) digunakan sebagai tempat hewan peliharaan dan tempat menaruh alat-alat pertanian. Fondasinya terbuat dari batu pilihan yang dipahat berbentuk persegi.
3. Ukiran Dinding Ukiran berwarna pada dinding rumah tongkonan terbuat dari tanah liat. Ukiran-ukiran tersebut selalu menggunakan 4 warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Bagi masyarakat toraja, 4 warna itu memiliki arti dan makna tersendiri. Warna kuning melambangkan anugrah dan kekuasaan Tuhan (Puang Matua), warna hitam melambangkan kematian/duka, warna putih melambangkan tulang yang berarti kesucian dan warna merah melambangkan kehidupan manusia.
4. Tanduk Kerbau Rumah adat Tongkonan umumnya dilengkapi dengan hiasan tanduk kerbau. Hiasan ini tersusun menjulang pada tiang bagian depan. Hiasan tanduk kerbau tersebut secara filosofi adalah perlambang kemewahan dan strata sosial. Semakin banyak tanduk yang tersusun pada rumah ada tongkonan, maka semakin tinggi strata sosial kelompok adat yang memilikinya. Nah, itulah sekilas pemaparan mengenai filosofi rumah adat Tongkonan yang menjadi rumah adat khas dari Sulawesi Selatan.
Upacara Adat Rambu Solo' (Upacara Pemakaman) Suku Toraja
RambuSolo dalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang bertujuan untukmenghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh,yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempatperistirahatan. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematiankarena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruhprosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebuthanya dianggap sebagai orang sakit atau lemah, sehingga ia tetap diperlakukanseperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberihidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakandisebuah lapangan khusus. Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual,seperti proses pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas danperak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, danproses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Selain itu, dalam upacara adat ini terdapatberbagai atraksi budaya yang dipertontonkan, diantaranya adu kerbau,kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di adu terlebih dahulu sebelum disembelih,dan adu kaki. Ada juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja.
Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leherkerbau hanya dengan sekali tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat TanaToraja. Kerbau yang akan disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapikerbau bule Tedong Bonga yang harganya berkisar antara 10 50 jutaatau lebih per ekornya.
a).Tarian Suku Toraja
Berikut 14 jenis tarian dari Tana Toraja diantaranya:
1. Tarian Manimbong Tarian Manimbong (dok:Antaranews.com) Tarian ini dilakukan oleh beberapa pria yang memakai kain adat maa’ dan menggunakan parang-parang antik dan ikat kepala yang terbuat dari bulu-bulu ayam.
2. Tarian Pa’pondesan Tarian ini dibawakan oleh beberapa pria dan tidak memakai baju kecuali selama adat khusus. Para penari memakai kuku tiruan dan diiringi oleh suling
3. Tarian Ma’Gellu Tarian yang paling terkenal dari Toraja. Penarinya berasal dari beberapa remaja putri yang menggunakan pakaian khusus penari dan perhiasan emas antik. Tarian ini dibawakan pada upacara kegembiraan seperti pada pesta panen, pesta perkawinan dan menyambut tamu.
4. Tarian Ma’dandan Tarian yang dibawakan beberapa wanita yang berpakaian putih dan memakai sejenis hiasan kepala yang menyerupai atap depan rumah (biasa disebut Sa’pi). Para penari bergerak lemah lunglai menggoyangkan tongkat mengikuti irama tari dan nyanyian
5. Tarian Pa’ Bonebala Tarian yang hampir sama dengan tarian Pa’Gellu. Yang membedakan hanya lagu dan ritme gendangnya
6. Tarian Manganda Tarian yang dibawakan oleh sekelompok lelaki yang menggunakan tanduk kerbau dikepala dan dihiasi uang logam dan menggunakan semacam bel yang berdering-dering diiringi teriakan.
7. Tarian Dao Bulan Tarian yang dibawakan beberapa remaja putri dan dimainkan secara massal pada upacara panen atau menyambut tamu
8. Ma’katia Ma'Katia (dok: priskatandi.files.wordpress.com) Tarian duka tradisional untuk menyambut tamu pada upacara pemakaman golongan bangsawan. Para penari memakai pakaian seragam dengan topi kepala (sa’pi).
9. Ma’randing Tarian Ma'randing (dok:fadhil-grl.blogspot.com) Tarian untuk menjemput dan mengatur pahlawan perang yang akan pergi medan perang atau dari media pertempuran. Para penari memakai perisai dan tanduk kuningan di kepala. Sekarang ini digunakan untuk upacara pemakaman orang bangsawan untuk menyambut rombongan tamu
10. Ma’parando Tarian yang dilakukan di acara kedukaan. Jika ada seseorang meninggal dunia dan mempunyai cucu dua lapis maka sewaktu penguburannya, semua cucu perempuan dinaikkan diatas bahu laki-laki dibawa keliling rumah tempat upacara pemakaman diadakan. Para gadis remaja berpakaian adat lengkap dan diterangi obor pada malam hari.
11. Ma’badong Tarian yang dilakukan di acara kedukaan dimana para penari membuat lingkaran dengan pakaian hitam atau bebas. Tarian ini biasanya berlangsung semalam suntuk dan bisa dilakukan oleh para pria dan wanita. Para penari menggunakan berbagai jenis langkah dan lagu silih berganti. Biasanya tarian ini dibawakan untuk acara pemakaman yang berlangsung tiga malam ke atas.
12. Ma’dondi Ditarikan pada upacara pemakaman dan kata-kata yang digunakan pada tarian Ma’dondi sama dengan Ma’badong tapi beda iramanya.
13. Tarian Pa’papangan Tarian penjemputan tamu yang dilakukan oleh gadis berpakaian lengkap dan diiringi suling dan lagu duka (Pa’marakka)
14. Tarian Memanna Tarian yang dibawakan di acara pemakaman orang yang mati karena dibunuh. Para penari berasal dari laki-laki, berpakaian compang-camping dari tikar robek, ikat kepala dari rumput, senjata dari bambu, perisal dari pelepah pinang atau kulit batang pisang.
b)Ukiran
Tanah toraja adalah salah satu daerah yang terkenal akan ukirannya. Ukiran ini menjadi kesenian khas suku bangsa Toraja di Sulawesi Selatan. Ukiran dibuat menggunakan alat ukir khusus di atas sebuah papan kayu, tiang rumah adat, jendela, atau pintu. Bukan asal ukiran, setiap motif ukiran dari Tana Toraja memiliki nama dan makna khusus. Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja. Selain itu, ukiran Tana Toraja memiliki sifat abstrak dan geometris. Tumbuhan dan hewan sering dijadikan dasar dari ornament Toraja.
c).Pakaian Adat Suku Toraja
Pakaian adat pria Toraja dikenal dengan Seppa Tallung Buku, berupa celana yang panjangnya sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan sebagainya. Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Warna kuning, merah, dan putih adalah warna yang paling sering mendominasi pakaian adat Toraja. Baju adat Kandore yaitu baju adat Toraja yang berhiaskan
Manik-manik yang menjadi penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat pinggang.
c).Makanan Khas Suku Toraja
1.) PA'PIONG
Makanan ini biasanya terbuat dari daging babi, ayam, ikan dan beras cara masanya tinggal masukkan daging yang telah dibumbui kedalam bambu kemudian dibakar.
2.) DEPPA TORI'
Makanan ini merupakan kue khas Tana Toraja selain bentuknya yang unik rasanya juga gurih bro…
3.) TOLLO PAMMASARAN
Pamerasan, bumbu khas yang sering digunakan oleh orang Toraja untuk masakan mereka. Pamerasan sendiri merupakan nama pohon, yang buahnya dikumpulkan, lalu diambil bijinya dan dikeringkan.
Setelah benar-benar kering, biji-biji tersebut akan berubah menjadi warna hitam pekat, lalu ditumbuk untuk kemudian digunakan untuk memasak.
Bukan hanya daging kerbau saja yang dapat dimasak dengan pamerasan ini, ada juga daging ayam, babi, maupun ikan.
4.) KOPI TORAJA
Penggemar kopi tentulah mengenal kopi Toraja. Kopi terkenal yang dihasilkan Tana Toraja di di Sulawesi. Kopi berjenis Arabika ini tumbuh di ketinggian dataran tinggi Sulawesi ini, menurut pecinta kopi dideskripsikan memiliki rasa yang berbobot dengan aroma tanah dan hutan.
Peninggalan Suku Toraja
Londa adalah sebuah kompleks kuburan kuno yang terletak di dalam gua. Di bagian luar gua terlihat boneka-boneka kayu khas Toraja. Boneka-boneka merupakan replika atau miniatur dari jasad yang meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut. Miniatur tersebut hanya diperuntukkan bagi bangsawan yang memiliki strata sosial tinggi, warga biasa tidak mendapat kehormatan untuk dibuatkan patungnya.
Kuburan Gua londa Tana Toraja adalah kuburan pada sisi batu karang terjal , salah satu sisi dari kuburan itu berada di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana peti-peti mayat di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga. Disisi lain dari puluhan tau-tau berdiri secara hidmat di balkon wajah seperti hidup mata terbuka memandang dengan penuh wibawah.
About Betta Fish
Hi, My Name is Hafeez. I am a webdesigner, blogspot developer and UI designer. I am a certified Themeforest top contributor and popular at JavaScript engineers. We have a team of professinal programmers, developers work together and make unique blogger templates.
0 komentar:
Posting Komentar